Secara umum, entomologi merupakan suatu disiplin ilmu yang mempelajari segala sesuatu tentang serangga. Serangga atau insekta (insectos) itu sendiri bukan hanya semut, nyamuk, belalang, lipan, dan laba-laba. Namun masih banyak lagi yang lainnya. Mulai dari genus, jenis, hingga nama-namanya.
Serangga semut saja misalnya, tidak sedikit di antara kita yang kebingungan dalam proses mengidentifikasi mereka. Puncak kebingungan itu sendiri akan tampak jelas saat ingin membicarakan jenis semut-semut tertentu kepada dunia internasional. Ah, jangankan internasional, untuk dikomunikasikan ke dalam bahasa Indonesia saja, sering kali di antara kita kebingungan dalam menyebut nama-nama jenis semut tertentu.
Inti kebingungan itu, saya kira, bukan terletak pada ketidak-tahuan kita pada jenis semut yang kita temui di lingkungan sekitar. Namun lebih pada nama atau istilah semut itu dalam bahasa Indonesia-nya.
Jika dalam bahasa Indonesia-nya sudah kita ketahui bersama, maka untuk berbicara dalam konteks nasional akan lebih nyaman. Kemungkinan salah-paham yang terjadi pada pendengar atau pembaca-pun akan terminimalir dengan sendirinya.
Sebut saja rangrang, misalnya. Tanpa menggandeng kata “rangrang” dengan kata “semut”, bagi kita yang sudah tahu dan paham konteks kalimatnya, akan langsung memahami bahwa kata ”rangrang” itu merupakan nama atau jenis semut yang deskripsinya telah kita pahami selama ini. Mulai dari kisaran warnanya, ukurannya, telor atau krotonya, dan bahkan sampai pada keunikannya jika dibandingkan dengan jenis semut yang lain.
Andai saja saya menyebut kata ”krangkang”, ”ngangkrang”, atau ”arangkang”, mungkin Anda hanya bisa menebak-nebak berdasarkan konteks kalimat atau tema yang saya sampaikan. Jika dalam konteks kalimat yang saya sampaikan tidak menunjukkan adanya arah menuju istilah kata ”rangrang”, mungkin saja Anda akan kesulitan untuk memahmi bahwa tiga kata tadi sama artinya dengan kata ”rangrang” atau ”semut rangrang”.
Nah, itu tadi baru contoh sederhana tentang potensi munculnya kebingungan bagi bangsa Indonesia yang memiliki bahasa lebih dari jumlah jemari manusia pada umumnya. Lalu, andai saya menyebut kata ”Semut Merah”, apa yang bisa Anda pahami? Tebakan saya begini; Anda hanya membatasi pemahaman pada jenis-jenis semut yang warnanya merah. Itu pun berdasarkan wawasan Anda selama ini.
Lalu, bagaimana dengan kata ”Semut Hijau” dan ”Semut Oranye”? Apakah Anda akan memahami sebatas semut-semut yang berwarna hijau dan oranye? Atau, cuma ratu semut rangang yang umumnya berwarna hijau itu?
Masih banyak istilah lain tentang semut juga jenis-jenis semut. Untuk itu, perlu adanya pemahaman semut yang dimulai dari nama-nama dan istilahnya. Mulai dari nama lokal hingga internasional. Semisal, nama atau istilah semut tertentu dalam bahasa daerah, suku, bangsa, hingga bahasa persatuan dunia.
Selain dari sisi bahasa, sangat perlu juga bagi kita untuk mendalami ilmu tentang semut juga serangga-serangga lainnya berdasarkan bahasa persatuan. Baik bahasa persatuan daerah, Indonesia, maupun internasional. Dengan demikian, minat untuk mempelajari semut atau serangga tidak akan terjegal pada sekat-sekat terbatas yang mengerdilkan.
Nah, dalam rangka demikian, bisa kita mulai dari pertukaran informasi dan juga belajar tentang entomologi. Sebab melalui belajar entomologi semacam ini, informasi keilmuan tentang serangga bisa kita dapatkan dengan lebih leluasa.
Dan, jangan lupa, dalam entomologi itu kajian semut hanya bagian tertentu. Maka untuk mempelajari entomologi semut, akan lebih bagus lagi jika didasari dengan wawasan entomologi umum.
Perlu juga dipahami bahwa ilmu-ilmu tentang serangga itu bukan hanya milik orang-orang MIPA yang berkonsentrasi pada biologi atau lainnya. Namun, sekali lagi, ilmu entomologi itu bisa dimiliki siapa saja bagi yang minat mempelajarinya.
Soal dalam proses pembelajaran nantinya ada kesalahan dan ada ketidak-samaan sebagaimana pengkaji serangga melalui ruang-ruang formal dan harus bayar SPP, itu tidak masalah. Asalkan mau belajar dan mau merevisi kesalahan, saya kira bisa dimaklumi.
Toh kesalahan memang sudah takdirnya manusia. Dan lebih spesifik lagi, kesalahan memang untuk pelajar. Andai tanpa salah, itu namanya bukan pelajar.
Itu saja. Karena kesalahan kita, bagian dari kehidupan nyata. []
0 comments:
Post a Comment